Membongkar Habis Faham “Khilafah” di Indonesia dan Bagaimana Kita Menyikapi Khilafah ?

oleh : Em Amir Nihat

Umat Islam di Indonesia, akhir – akhir ini dijejali dengan permasalahan atau perdebatan tentang apakah kita sebagai orang Indonesia harus mendirikan Negara Islam ? Apakah Agama Islam mewajibkan adanya Negara Islam ? Apakah Umat Islam harus tunduk pada Kekhalifahan ? Apakah Khilafah itu ?

Untuk menjawab hal itu, saya akan berangkat dari defini tentang khilafah. Apakah khilafah itu ?

Kata “Khilafah” ( خلافة ) merupakan bentuk masdar dari kata khalafa-yakhlufu yang artinya mengganti atau menempati tempat pihak lain. Maka kata tersebut dapat juga diartikan memerankan peran orang lain. Seseorang yang posisinya menggantikan atau memerankan pihak lain disebut Khalifah. Jadi, khalifah adalah seseorang yang bisa memantulkan atau memerankan sikap, sifat, dan perilaku yang dicontohkannya ke dalam perilakunya maka tolak ukur kekhalifahan adalah sejauh mana dia menjadi representasi pihak yang dijadikan pendahulunya. Dalam bahasa sederhananya adalah orang yang mengikuti, mencontoh serta melanjutkan.

Apa saja dalil – dalilnya ?

1. “Kemudian Tuhannya memilih dia, maka Dia menerima tobatnya dan memberinya petunjuk.”
(QS. Ta-Ha 20: Ayat 122)

2. “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, Aku hendak menjadikan khalifah di bumi. Mereka berkata, Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu? Dia berfirman, Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 30)

3. “Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung; tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanat itu oleh manusia. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat bodoh,”
(QS. Al-Ahzab 33: Ayat 72)

Kesimpulannya, Manusia adalah makhluk teristimewa ciptaan Tuhan. Artinya semua manusia apapun itu strata sosialnya, kedudukannya, pekerjaannya, sukunya, adatnya atau apapun saja aslinya manusia itu sudah dipilih. Diamanati oleh Tuhan. Untuk apa ? Untuk mewakili Tuhan memakmurkan bumi maka manusia disebut Kholifatulloh. Jadi peran khilafah sesungguhnya manusia adalah memakmurkan bumi.

Kapan muncul perdebatan tentang khilafah ?

Kalau berbicara tentang fungsi kekhalifahan saya kira semua sepakat bahwa tugas dan fungsi manusia di bumi adalah menjadi khalifah di bumi yakni memakmurkan bumi dengan cara bersikap adil dan bijaksana terhadap apapun saja. Secara asal usul kata “khilafah” jangan sampai kita anti apalagi mengutuk sebab itu perintah Allah. ( Lihat Q.S. Al Baqarah : 30 ) tetapi kemudian fungsi kekhalifahan atau khilafah yang artinya “menggantikan” itu bergeser maknanya menjadi “sistem negara” setelah digaungkan oleh HT ( Hisbut Tahrir ) dan IM ( Ikhwanul Muslimin ) sedangkan di sejarah Indonesia cikal bakalnya adalah NII. Inilah kesalahan awal memaknai khilafah yang aslinya berarti “menggantikan” malah diartikan sebagai sistem negara. Padahal sistem negara bahasa arabnya itu “Daulah”. Maka dikarenakan itu urusannya sistem negara maka doktrin perang argumen yang biasa digaungkan oleh pengusung khilafah adalah hukumnya harus Islam. Misalnya argumen pancasila vs Qur’an, pancasila vs hukum Islam, Rosululloh vs presiden dsb yang barangtentu kita tidak  akan bisa untuk berkata “tidak” pada argumen itu karena bagaimanapun juga Qur’an dan Hadits adalah dasar dari semua hal – hal Keislaman. Artinya perbandingan itu jelas tidak sebanding.

Tapi sebenarnya argumen itu bisa dilawan dengan pertanyaan selanjutnya. Misalnya Jika Qur’an adalah pedoman hidup, lantas adakah satu ayat yang mewajibkan adanya negara Islam? Saya jamin kita tidak akan menemukan hal itu. Yang ada biasanya ayat yang seolah itu menuntut membuat negara Islam misalnya ayat islam kaffah. Padahal tafsir islam kaffah disitu artinya adalah orang yang sudah bersyahadat harus siap tunduk dan patuh dan terkena konsekuensi pada hukum Islam ( fardlu, sunnah, mubah, makruh, haram ) dan juga siap patuh pada rukun Islam dan rukun Iman. Lalu mengapa mereka getol ingin mendirikan negara Islam seolah itu bagian dari keimanan? Bukankah ini sudah menyeleweng dari rukun Iman? Dakwah yang artinya menasihati dengan perbuatan, jika tidak bisa dengan ucapan, jika tidak bisa lagi dengan mendoakan lalu oleh mereka dakwah disempitkan dengan hanya ke orang Islam saja yaitu perekrutan. Mencari anggota. Bukankah ini sudah menyeleweng dari makna dakwah ? Padahal dakwah Rosululloh ke semua orang tapi dakwah mereka malah hanya ke orang islam saja ( perekrutan / cari anggota ). Padahal Rosululloh jelas- jelas tidak ingin bikin negara tapi oleh mereka ayat itu ditafsiri dengan negara Islam. Padahal konsep negara di era Rosululloh belum ada. Yang ada konsep Kerajaan. Itupun di Madinah tidak menjadi sistem kerajaan sebagai bukti bahwa Nabi memang tidak membikin negara. Maka dalil tentang kewajiban membikin negara Islam tertolak sebab Rosululloh diutus bukan untuk membikin negara. Misi utama Nabi Muhammad SAW bukanlah untuk membangun kerajaan atau negara tetapi seperti Nabi-Nabi yang lainnya yakni mendakwahkan nilai-nilai Islam dan
kebajikan atas perintah Allah. 

Apalagi yang menyebut Indonesia itu Toghut itu klaim yang sangat serampangan dan ngawur. Seolah Indonesia disamakan dengan kondisi Arab Jahiliyah. Padahal hari ini di Indonesia, kita alhamdulillah aman- aman saja melaksanakan sholat jamaah di masjid, kita aman melaksanakan sholat jumat, melaksanakan kegiatan agama juga diperbolehkan, kita keluar kota juga aman tidak ada ketakutan sebagaimana Arab Jahiliyah dulu yang sangat melarang orang Islam untuk beribadah dan cenderung diktator. Kita juga tidak ada paksakan dalam beragama yang mana hal ini sesuai syariat Islam. Artinya jelas sekali bahwa hal ini baik adanya. Jangan lantas dipukulrata semua buruk. Indonesia ini rumah kita. Kalau ada yang buruk ya kita benahi bareng-bareng sebisa kita semampu kita bukan malah merongrong dan menghancurkan dari dalam. Apalagi Pancasila jika dijabarkan itu sangat sesuai dengan ajaran Islam. Meskipun Negara kita bukan Negara Agama karena memang tidak ada kewajiban membuat negara Agama tetapi secara ibadah keagamaan semua bisa dilaksanakan tanpa ada gangguan disini. Jelas ini sangat berbeda dengan Arab Jahiliyah, bukan? Jadi, klaim Indonesia sama dengan Arab Jahiliyah sudah terbantahkan.

Efek bahaya terpapar faham “doktrin Indonesia seperti Arab Jahiliyah” adalah meremehkan hukum Islam seperti sholat fardlu, Puasa di Bulan Ramadhan, Sholat Jumat dll karena menganggap itu hukum sekunder sebab hukum yang utama yakni sistem negara belum tercapai. Tentu ini jelas sesat dan menyesatkan karena keluar dari Hukum Fiqih sebab hal yang bisa menjadi sebab rukhsoh ( keringanan ) dalam syariat Islam adalah saat sakit dan kalau puasa ditambah saat perjalanan jauh. Tidak ada satupun ayat AlQur’an dan Hadits yang menyatakan bolehnya tidak sholat fardlu dan tidak puasa Ramadhan karena hukum negaranya belum Islam. Jelas ini bentuk kesesatan karena sudah keluar dari Hukum Islam. Artinya seakan-akan mereka memperjuangkan Islam tapi kenyataannya merekalah yang melencengkan Hukum Islam.

Lalu muncul pertanyaan, andai meyakini sistem Khilafah sebagai sistem negara lalu bentuknya seperti apa? Apakah sistem Khilafah yang diusung persis sesuai Nabi ? Adakah sistem negara di Islam ?

Mayoritas pengusung khilafah akan menjawab bahwa prototipenya adalah turki Usmani. Kekhalifahan Islam terakhir. Lalu muncul lagi pertanyaan, apa bentuk hukum dari Kekhalifahan Turki Usmani itu sesuai Nabi? Ternyata bentuk sistem negaranya adalah kerajaan ( monarki ) yang cara memilih pemimpinnya adalah dinasti. Muncul lagi pertanyaan, apakah sistem kerajaan dilaksanakan oleh Nabi ? Ternyata tidak. Artinya apa yang diusung oleh pengusung khilafah  tidak sama dengan yang dilaksanakan oleh Nabi.

Maka untuk menjawab apa sistem negara yang ada di Islam kita harus melihat sejarah Nabi Muhammad dulu lalu sejarah para sahabat lalu para tabiin dst. Jangan dicomot hanya dibagian turki Usmani saja.

Nabi Muhammad SAW wafat dan digantikan Abu Bakar. Pemilihan Abu Bakar dilakukan melalui bai’at oleh pemilihan kepala suku dan wakil-wakil kelompok ummat yang ada pada saat itu ( sistem musyawarah perwakilan ). Sedangkan Abu Bakar sebelum wafat menyatakan kepada kaum muslimin, hendaknya Umar bin Khattab yang menggantikan
posisinya ( sistem  penunjukan ). Sementara Umar menjelang wafatnya meminta agar penggantinya ditunjuk melalui dewan ahli yang terdiri dari 7 orang. Lalu dipilihlah Utsman bin Affan ( sistem musyawarah perwakilan ). Selanjutnya Utsman digantikan oleh Ali bin Abu Tholib melalui musyawarah banyak orang ( sistem musyawarah semuanya / mirip demokrasi ). Setelah Ali bin Abu Tholib, umat versi Syiah melanjutkan dengan cara penunjukan yakni Hasan lalu Husain sampai konsep imamah seperti sekarang di Iran. Sedangkan lawan politiknya yakni Muawiyyah juga telah menyiapkan anak cucunya untuk menggantikannya yang kelak menjadi bani umayyah yang mendirikan kerajaan – kerajaan ( sistem dinasti kerajaan ) sampai terakhir di Turki Usmani. Kemudian Umat Islam terpecah menjadi negara bangsa yang memiliki cara masing – masing dalam menentukan sistem negaranya. Misalnya Arab Saudi, Qatar dan Brunei memakai sistem kerajaan. Misalnya Mesir dan Indonesia memakai sistem demokrasi. Artinya dari era Rosululloh sampai hari ini memang sistem Islam itu bukan sistem tunggal. Tetapi sistem terbuka dan bisa berubah-ubah. Tidak ada satupun dalil yang menunjukan bahwa Rosululloh ingin membikin negara Islam. Sangat jelas dan tak bisa dibantah bahwa misi utama Nabi Muhammad SAW bukanlah untuk membangun kerajaan atau negara tetapi seperti Nabi-Nabi yang lainnya yakni mendakwahkan nilai-nilai Islam dan
kebajikan atas perintah Allah

Ini diperkuat lagi dengan bermacam – macam posisi Nabi – Nabi. Ada yang jadi raja misalnya Nabi Sulaiman As dan Nabi Dawud As. Ada yang bukan raja misalnya Nabi Musa As, Nabi Sholeh As dan Nabi Ayub As. Kesemuanya itu memiliki tujuan yang sama yakni dakwah. Jadi jangan menipu umat dengan popaganda yang tidak jujur, seolah-oleh sistem khilafah itu baku dan tunggal kemudian mewajibkan dan merasa paling benar. Pun juga kita juga jangan sampai membenci apalagi mengutuk khilafah sebab secara asal usul kata “khilafah” itu memang perintah Allah yakni untuk memakmurkan bumi. Maka perjuangan lebih tepat  di fungsi kekhalifahan bukan di padatannya. Artinya setiap indifidu memang memiliki fungsi menjadi khalifah fil ardl yang memiliki tanggungjawab memakmurkan bumi dengan cara bersikap adil dan bijaksana terhadap apapun saja.

Lalu pertanyaan selanjutnya adalah jika sistem Islam itu terbuka lantas bagaimana kita menyatukan seluruh Umat Islam ? Siapakah tokoh yang bukan hanya bisa tapi juga diakui oleh seluruh umat Islam ?

Karena di Islam sistemnya terbuka sehingga setiap bangsa memiliki caranya masing – masing dalam menentukan negaranya maka hal ini memang memiliki potensi untuk berbeda pandangan dan sikap. Padahal di Hadits dijelaskan bahwa “Perumpamaan kaum Muslimin dalam urusan kasih sayang dan tolong-menolong bagaikan satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuh merasa sakit, maka menjalarlah penderitaan itu ke seluruh badan hingga tidak dapat tidur dan (merasa) panas.” tapi kemudian dalam praktiknya Umat islam menjelma padatan-padatan baik itu ormas maupun negara sehingga untuk menyatukan kembali umat Islam memang mestinya digaungkannya forum bangsa – bangsa Islam. Atau jangan – jangan kita memang menikmati perbedaan itu menjadi perpecahan dengan klaim merasa paling benar sehingga jangan-jangan dialambawah sadar kita menambahi hadits itu dengan tambahan nama ormasnya masing-masing. Nama negara masing-masing. Jadi betapa jauh dan susahnya perjuangan ukhuwah itu. Betapa susahnya menyadarkan bahwa saya meyakini benar dan saya tidak menyalahkan apa yang kau yakini. Kita lebih suka bilang saya paling benar dan kau salah. Kita lebih suka bilang saya paling sunah dan kau ahli bid’ah. Maka betapa jauhnya kita dengan perjuangan para sahabat. Mereka berjuang atas nama Islam sedangkan hari ini kita berperang justru sesama Islam sendiri dengan menghantam dan menyalahkan pendapat orang lain.

Maka jika kita korelasikan dengan hal itu  sosok yang paling pantas meneruskan peran Kenabian dan peran Khulafaur Rosyidin hanyalah Imam Mahdi. Sosok yang bisa diakui semua Umat Islam. Saya meyakini hal itu.  Maka menjadi lucu andai hari ini ada yang mengaku sebagai Khalifah tapi semua Umat Islam tidak mengakui. Artinya pasti khalifahnya palsu. Apalagi jika khalifahnya dilaksanakan dengan cara sembunyi semakin menandakan kepalsuannya.

Abu Sa’id Al Khudri RA meriwayatkan sebagai berikut; Rasulullah SAW bersabda,

“Pada akhir umatku akan keluar al-Mahdi. Allah menurunkan hujan kepadanya, bumi mengeluarkan tumbuhannya, harta akan dibagikan secara merata, binatang ternak melimpah dan umat menjadi mulia, dia akan hidup selama tujuh atau delapan (yakni, musim haji).

Rasulullah SAW bersabda sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ummu Salamah RA sebagai berikut;

اَلْمَهْدِيُّ مِنْ عِتْرَتِيْ، مِنْ وَلَدِ فَاطِمَةَ.
Artinya,

“Al-Mahdi berasal dari Ahlul Baitku, dari keturunan Fathimah.”

Maka, kekhalifahan yang ditunggu Umat Islam sebenarnya adalah Khalifah Al Mahdi. Saya meyakini hal itu sebab hanya Al Mahdi yang bisa menyatukan semua Umat Islam yang sudah berbeda-beda ragam padatannya. Ciri utama Al Mahdi adalah ia keturunan Nabi. Hati-hati dengan propaganda menolak keturunan nabi, menghujat keturunan nabi, dan menghina keturunan nabi sebab bisajadi itu propaganda pengikut Dajjal. Meskipun bisasaja keturunan Nabi tidak kita setujui secara perilaku namun secara nasab kita harus mengakui. Artinya Pengikut Dajjal tidak akan ingin Umat Islam bersatu bila perlu diadudomba dan difitnah dengan cara dijauhkan dari Ulama dan Habaib. Maka kita sebagai umat Islam mestinya sebaliknya. Kita gaungkan persatuan antar negara dan antar sesama Islam serta kita kenalkan dan kita mengaji dan belajar ke Ulama dan Habaib yang sanadnya sampai ke Rosululloh SAW. Inilah pejuang Al Mahdi.

Hari ini memang faktanya di muka bumi ini belum mampu mempersatukan Khilafah, melainkan masih Kaum Muslimin. Kita masih bergerak sendiri-sendiri. Entah itu ormas ataupun negara. Maka segogyanya perjuangan kita menyatukan Umat Islam bukan dengan tujuan membuat sistem negara  tunggal tapi menyatukan dan menyadarkan semua orang Islam di sistem negaranya agar menyadari bahwa kita sebagai Umat Islam itu satu.

Dari Abi Musa dari Nabi saw., beliau bersabda, “Sungguh (sebagian) mukmin kepada (sebagian) mukmin lainnya seperti bangunan, yang menguatkan sebagian dengan sebagian lainnya.” Dan beliau menyilangkan jari-jarinya. “(HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Dari An-Nu’man bin Basyir, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Kamu melihat orang-orang mukmin di dalam saling berkasih sayang, mencintai, dan bersimpatnya seperti tubuh. Jika (sebagian) anggotanya sakit, maka sebagian tubuh lainnya akan tertatih-tatih (ikut merasakannya) sebab tidak bisa tidur dan demam.” (HR. Muslim)

Semua tulisan ini hasil elaborasi dan perenungan saya setelah mengkaji dan mendengarkan ceramah dari para Ulama yang saya yakini kebenarannya dan bersanad sampai Rosululloh SAW :

1. Syaikh Ali Jumah  tentang Khilafah : https://youtu.be/QZhe5oxD3b8 , https://youtu.be/i5ijjtf2kNE

2. Prof Dr Ahmad Toyyib Syaikh Al Azhar Mesir tentang Negara Islam : https://youtu.be/p0qC9kHeIbc, https://youtu.be/tcHTw7SJGz0

3. DR Buya Arrazi Hasyim tentang Khilafah :  https://youtu.be/Y_4Tv_FZ-J0 , https://youtu.be/CqtayUO4HwA

4. Gus Baha tentang Khilafah :
https://youtu.be/6gF0J7S4kQo , https://youtu.be/O3ZFKnivW1U, https://youtu.be/u5hAWWKjbq4

5. KH Abdurahman Wahid tentang Negara Islam : https://youtu.be/QgmpcY2STC0

6. Khilafah dalam Perspektif Ahlusunnah :  Diskursus antara Idealisme dan Kemaslahatan  : http://www.piss-ktb.com/2012/11/2033-khilafah-dalam-perspektif-aswaja.html?m=1

7. Ust Adi Hidayat tentang Khalifah yang sebenarnya : https://youtu.be/RNZDu_Bj04M

8. Benarkah Khilafah Islamiyah adalah Tujuan :  https://muslim.or.id/25542-benarkah-khilafah-islamiyyah-adalah-tujuan-2.html

9. Ust. Khalid Basalamah tentang Khilafah : https://youtu.be/A_jxnPe8Xio , https://youtu.be/U3hhc4JKkXM

10. Buya Yahya tentang Khilafah : https://youtu.be/KHWbSTrGsMI , https://youtu.be/87BzvoI90Cs

Tulisan selanjutnya : Mewaspadai Gerakan Bawah Tanah NII

Tinggalkan komentar