Ketika Merasa Lebih Baik daripada Orang Lain dalam perkara Ibadah

oleh : Em Amir Nihat

Orang yang rajin ibadah sholat  akan punya kecenderungan untuk merasa lebih baik dari orang lain yang tidak sholat. Apalagi jika orang itu berhasil dan rajin sholat sunah maka potensi untuk merasa lebih baik juga lebih besar. Seolah-olah ia boleh menyuruh-nyuruh orang lain. Boleh mendikte orang lain. Boleh memberi cap pada orang lain. Dan Bisajadi dalam fikirannya ia berucap “Mestinya ia seperti saya” atau “harusnya orang Islam itu kayak saya” dan “harusnya orang islam begini-begini” dan berbagai dalih pembenaran klaim ujubnya yang halus maupun kasar. Tentu andai fikiran negatif semacam ini datang. Harus dilawan.

Orang sholat memang baik. Tapi Allah menyediakan kebaikan itu di banyak tempat. Orang yang sedang bekerja asalkan niatnya lillah maka hakikatnya ia sedang beribadah. Demikian juga orang yang sedang di jalan kebetulan melihat kecelakaan maka ia punya potensi menolong daripada orang yang sedang sholat. Artinya kebaikan – kebaikan itu tidak boleh dipertentangkan.

Sikap yang baik untuk orang yang ibadah bukan ke luar dirinya tetapi ke dalam dirinya. Misalnya Orang yang bisa sholat itu harusnya bersyukur karena saat itu ia sedang ditakdirkan bisa beribadah kepada Allah. Ia saat itu tidak ditakdirkan jadi maling. Ia juga tidak ghibah orang lain. Jangan malah takut tidak diterima sholatnya atau takut tidak khusyu sebab ketakutan itu jelas dari prasangka buruk terhadap diri. Allah Sang Maha Bijaksana tentu lebih suka hambaNya yang mensyukuri nikmat dariNya, kan? Bukankah kita bisa beribadah, kita bisa sholat itu suatu nikmat yang besar dari Allah? Artinya kesadaran sholat yang utama memang kesadaran bersyukur karena ditakdirkan Allah bisa sholat.

Saya teringat nasihat Gus Miek ( KH Chamim Thohari Djazuli ) tentang tawadhu ke orang lain : “Saat memandang diri sendiri, pakailah kacamata syari’at sehingga ketat dalam beribadah. Namun, saat memandang orang lain, pakailah kacamata hakikat, sehingga tidak mudah menuduh salah.”

Jika kita tidak shalat maka secara syariat kita berdosa.
Ketika melihat orang lain tidak shalat atau tidak beribadah, janganlah dirimu merasa lebih baik darinya sebab hakikatnya yang membuat dia tidak shalat adalah Allah.

Tetapi hakikat ini bukan berarti menghentikan kita untuk amar makruf dan nahi mungkar. Sikap ini hanya salah satu upaya kita bisa beramar ma’ruf dengan ikhlas tanpa dicampuri rasa benci kepada orang lain. Tanpa dicampuri perasaan ujub dan sikap mendikte orang lain serta menyalah-nyalahkan orang lain.

Tinggalkan komentar